Mengenai Saya

Foto saya
Saya adalah alumni SMK Pancasila 5 Wonogiri. Terlahir dan terdidik dibawah pendidikan berjiwa Nasionalis. Sekarang telah melanjutkan Study di STMIK Sinar Nusantara. Yang juga mempunyai ideologi yang nasionalis dan berpedoman pada Pancasila penuh. Mengambil Jurusan Teknik Informatika S1. Aktif dalam Organisasi Sie.Com, GMNI, CIT, dan Salah Satu Partai Politik Indonesia. Bagi temen-temen yang ingin berhubungan dengan saya bisa kirim e-mail ke indra_mhss@yahoo.co.id atau ika_mygirlfriend@yahoo.com
..::INILAH KARYAKU::..
.::Diambil dari sejumlah sumber::.::Pusat Telekomunikasi dan Informasi Universitas Negeri Yogyakarta::.::Pusat Pengembangan Teknologi Informasi Indonesia::.::Pusat Pengembangan FOSS ID Universitas Gadjah Mada::.::Perpustakaan STMIK Sinar Nusantara::.::Team Teaching Teknologi Informasi SMK TKJ se-Indonesia::.
13.33

SELAMAT HARI IBU

"ribuan kilo, jalan yang kau tempuh, lewati rintangan untuk aku anakmu, ibuku sayang terus berjalan, walau tlapak kaki penuh darah penuh nanah, seperti udara, yang sejuk terhempas, tak mampu ku membalas....ibu..."

sungguh, ibu banyak melakukan hal yang sangat berarti kepada kita, mulai dari kecil sampai sekarang, lagu di atas mengingatkan kita akan betapa mulianya ibu.
SELAMAT HARI IBU
Dipostkan oleh : Hendro Wijayanto

11.15

UNTUKMU INDONESIA

Sudah banyak yang tahu kan, kalau Candi Borobudur kebangaan kita itu, sudah tidak termasuk lagi dalam daftar 7 keajaiban dunia. Katanya sih, karena sedikitnya orang Indonesia yang memilih Borobudur dan kurangnya perhatian pemerintah Indonesia pada obyek wisata itu yang dibangun pada masa dinasti Syailendra itu.

Nah, kali ini The New7Wonders Foundation, kembali menggelar pemilihan 7 Keajaiban Dunia tahun 2008. Berbeda dengan kriteria sebelumnya, yaitu keajaiban dalam bentuk bangunan yang dibuat oleh manusia, kali kriterianya adalah keajaiban yang bukan buatan manusia.

Sebanyak 77 tempat diseluruh dunia dari berbagai kategori sudah terpilih. Dari Indonesia sudah ada 3 tempat yang bisa untuk dipilih yaitu Komodo National Park, Krakatau Volcanic Island dan Lake Toba.

Untuk menghantarkan kembali Indonesia sebagai salah satu pemilik keajaiban dunia, mari kita urun serta dengan memilih salah satu diantara 3 tempat di Indonesia itu di : http://www.new7wonders.com/nature/en/vote_on_nominees/

Untukmu Indonesia !!

10.57

Jangan Korbankan Pendidikan

Krisis Global Berdampak pada Anggaran

Tidak butuh waktu panjang untuk merasakan dampak krisis keuangan global. Meski ‘pusat’ krisis ada di negeri Paman Sam, Amerika Serikat, namun dampaknya sudah terasa hingga ke pelosok desa negeri kita. Tengok saja pada APBN dan APBD 2009 yang pada bulan depan harus kelar disusun, terjadi banyak penyesuaian terhadap asumsi pendanaan. Salah satu imbasnya, dilakukan pemangkasan anggaran pada hampir semua bidang.
Anggota Komisi B DPRD Kota Malang, Dra Sri Untari menyebut bila pada APBD 2009, anggaran Dinas Pendidikan Kota Malang dipangkas dari Rp 88 miliar di tahun 2008 menjadi Rp 51 miliar. Hal yang sama terjadi pada anggaran Dinas Kesehatan yang dipangkas hampir seperempatnya. Bila 2008 anggaran masih Rp 16 miliar, tahun depan tinggal Rp 4 miliar.
“Krisis keuangan global mau tidak mau harus diikuti dengan penyesuaian anggaran bahkan di tingkat kota/kabupaten. Karena itu harus dilakukan efesiensi serta mendesain skala prioritas atas program-program bagi masyarakat,” ungkap Sri Untari.
Meski terjadi penyesuaian, termasuk pada anggaran Dinas Pendidikan pada 2009, menurut Asisten Administrasi Umum Sekretaris Daerah Kota Malang Drs H Imam Buchori MSi, anggaran pendidikan masih proporsional. Hal ini dikarenakan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat bagi pendidikan cenderung naik meski secara keseluruhan memang diturunkan.
“Tetap bisa mencapai 20 persen dari APBD 2009 bahkan bisa lebih kalau dihitung dengan gaji pegawai. Tahun ini saja, alokasi anggaran pendidikan sudah 34 persen. Satu lagi, itu amanat konstitusi, jadi dengan cara apapun bidang pendidikan tidak akan dikorbankan,” tegas Imam Buchori.
Apalagi ini didukung dengan daya serap anggaran yang maksimal dari Dinas Pendidikan, baik dari pos belanja langsung maupun tidak langsung. Tahun ini, sampai dengan bulan November, daya serap anggaran Dinas Pendidikan sudah mencapai 81 persen. Amat dimungkinkan hingga Desember seluruh anggaran yang dialokasikan bisa terserap, mengingat masih ada program pembangunan yang harus berjalan.
Dampak krisis keuangan global pada penyesuaian anggaran juga disorot oleh Ketua Komisi D DPRD H Anang Sulistyono SH MH. Menurutnya jangan sampai bidang pendidikan (dan juga kesehatan –red) yang memang berkenaan dengan hajat hidup orang banyak, menjadi terbengkalai. Pemerintah kota harus berani membuat terobosan agar tidak berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.
“Butuh political will dan juga terobosan dari pemerintah kota agar bidang-bidang yang langsung berkenaan dengan masyarakat itu tidak terkorbankan. Ya pokoknya diatur sebaik mungkin lah, kalau memang terjadi pemangkasan, jangan sampai kebutuhan masyarakat itu dikorbankan. Jangan sampai pula kesejahteraan masyarakat tidak terwujud,” terang Anang Sulistyono.
Pada bidang kesehatan misalnya, dengan besaran anggaran Rp 4 miliar setahun, itu hanya cukup untuk belanja perobatan. Lalu bagaimana dengan anggaran untuk asuransi kesehatan masyarakat miskin? Demikian juga dengan anggaran Dinas Pendidikan, jangan sampai mengorbankan ketersediaan pendidikan murah serta mengurangi alokasi insentif bagi tenaga guru non PNS.
Diambil dari Koran Pendidikan Senin, 1 Desember 2008

10.06

Nasionalisme Indonesia Dalam "Ancaman"?

Oleh: Oleh Ir. H. M.Q. ISWARA


MOMENTUM Kebangkitan Nasional yang dikonstruksi pada tahun 1908 merupakan titik yang sangat signifikan bagi
kemunculan bangunan nasionalisme, kesadaran untuk bersatu, serta menyatukan keinginan bersama untuk merekatkan
elemen-elemen yang berbeda dalam satu naungan negara-bangsa yang bernama Indonesia.
Dari momentum Kebangkitan Nasional 1908 tersebut, paling tidak terdapat dua faktor yang sangat signifikan bagi
investasi Indonesia. Pertama, pemuda yang menunjukkan peran dan eksistensinya secara jelas untuk menjadi lokomotif
perubahan yang heroik bagi tercapainya kemerdekaan dan perjalanan kenegaraan serta kebangsaan Indonesia
pascakemerdekaan.

Pada konteks tersebut, semakin menegaskan bahwa pemuda memiliki posisi strategis dalam menggerakkan perubahan
dan menciptakan sejarah baru bangsa ini atau paling tidak menjadi trend setter sejarah Indonesia. Hampir seluruh
sejarah yang tercipta di negeri ini� dilakukan atas peran serta pemuda, seperti gerakan 1908, 1928, 1945, 1966, hingga
1998. Fenomena tersebut sekaligus menunjukkan betapa signifikannya keberadaan pemuda dalam konteks
keindonesiaan.

Dari gugusan sejarah Indonesia yang jangan pernah dilupakan adalah bahwa kontribusi terbesar terbentuknya sejarah
Indonesia karena adanya komitmen dan kesadaran yang tulus melalui peran pemuda di masa lalu. Namun, kita tentu
tidak berharap bahwa roda sejarah harus terhenti karena pemuda Indonesia hari ini kehilangan vitalitas ekspresi
perannya dalam perubahan keindonesiaan, menghadapi tantangan kesejarahan yang semakin berat, dengan
kecenderungan sosial yang semakin masif dan dinamis.

Kedua, dari lembaran sejarah Indonesia berikutnya, secara faktual tertoreh kontribusi daerah-daerah dalam proses
terbentuknya dan terpeliharanya konstruksi nasionalisme Indonesia. Melalui peran, komitmen, dan kesadaran yang tulus
dari daerah, bingkai persatuan dan kesatuan nasional, dalam kerangka mewujudkan kemerdekaan dan memaknai arti
kemerdekaan, sebagai pijakan bagi pembangunan bangsa yang menghimpun secara harmonis elemen-elemen daerah,
dalam tujuan dan cita-cita bersama: memajukan Indonesia, dapat disepakati, dan diimplementasikan secara bersama.
Komitmen dan ketulusan daerah dalam proses terbangunnya bangsa ini sangat tidak pantas untuk dipertanyakan
kembali. Goresan tinta sejarah bangsa ini teramat berarti bagi komponen bangsa ini, terutama daerah. Eksistensi daerah
saat ini tengah menampakkan keceriaannya, setelah sebelumnya tampak kusam akibat paradigma kekuasaan masa lalu,
yang memersepsi lahan sosial Indonesia dalam bingkai homogenisasi.

Pola tersebut selanjutnya menempatkan entitas daerah dengan segala bentuk, simbol, dan aktivitasnya sebagai sebuah
ancaman bagi ikatan nasionalisme atau integrasi nasional. Mungkin penerapan kebijakan homogenisasi tersebut
dianggap tepat, lantaran paham kedaerahan yang sempit terbukti di banyak negara menimbulkan persoalan yang
berimplikasi bukan saja pada ancaman persatuan dan kesatuan nasional, namun juga terjebak dalam konflik sosial
antaretnis berkepanjangan, yang pada akhirnya memorak-porandakan bangunan sejarah suatu bangsa.

Namun, fenomena daerah setelah beberapa waktu berjalan dapat menikmati "kebebasannya" dari kooptasi sentralisasi
yang berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang, nyatanya belum berada dalam posisi yang kondusif. Kerap
dalam beberapa peristiwa, masih didapatkan kecenderungan yang mempertentangkan pusat dan daerah. Sehingga
muncul kecenderungan dekonstruksi nasionalisme bukan reformulasi nasionalisme yang menawarkan wajah
nasionalisme yang lebih baik.

Mungkin juga fenomena tersebut sebagai akibat apresiasi dan kepentingan daerah yang belum terakomodasi dalam
ruang yang semestinya. Sehingga kecenderungan-kecenderungan mengurangi dominasi kekuasaan pusat atas daerah
tak bisa dihindari. Hanya, memang dalam beberapa hal, kerap dipandang melebihi takaran yang seharusnya.
Peringatan Kebangkitan Nasional tahun ini (2006), idealnya mampu mengantarkan komponen bangsa ini pada
kontemplasi terhadap eksistensi nasionalisme yang tengah berada dalam ancaman. Nasionalisme kita yang tengah
berada dalam ancaman, paling tidak diindikasikan semakin panjangnya deretan persoalan kebangsaan, seperti besarnya
utang luar negeri, fenomena memudarnya rasionalitas dan praktik kriminalitas sosial yang terus diperagakan dalam lahan
sosial Indonesia sehingga muncul sebutan Republic of Horor atau Republic of Fear, menuntut Indonesia untuk memiliki
apa yang disebut nasionalisme baru atau paling tidak merevitalisasi nasionalisme kita yang sesungguhnya dibutuhkan
bangsa ini agar menjadi sebuah keniscayaan.

Langkah ini barangkali bisa menjadi salah satu alternatif, yang mampu memberikan sumbangan penting untuk turut
meminimalisasi pesimistis yang melanda sebagian besar warga negara, agar menempatkan kembali nasionalisme
sebagai sesuatu yang dipahami bersama dalam berbangsa dan bernegara serta mempertahankan nasionalisme dari
implikasi negatif globalisasi politik dan ekonomi.

Nasionalisme baru yang hendak ditumbuhkan, selain didorong kecenderungan adanya dekonstruksi berbagai hal, pada
sisi lain dalam konteks keidealan, Indonesia memang belum menemukan bentuk nasionalisme yang "konkret", selalu
berada dalam tahapan "pencarian bentuk" (metamorfosis).

Dalam pergumulan wacana seputar nasionalisme sejumlah ahli, semisal Cornelis Lay, mengungkapkan posisi
nasionalisme yang terimpit oleh dua kekuatan mahabesar: globalisasi dengan logika dan asumsi-asumsi universalitas,
uniformitas, dan sentralisasinya dengan etno-nasionalisme yang berjalan ke arah sebaliknya.

Di tengah impitan arus besar tersebut, nasionalisme baru Indonesia mestinya memiliki cita-cita bersama yang
dirumuskan dalam good society, dengan memaknai masa lalu dan merumuskan masa depan dalam kesatuan gerak
masa kini. Alangkah baiknya, untuk menopang proyeksi tersebut, mempertajam apa yang disebut prinsip
kewarganegaraan (citizenship), yang memiliki daya seduksi yang sangat besar dalam memenuhi hasrat setiap komunitas
dan umat manusia atas persamaan.

Mengapa citizenship layak mendapat perhatian dalam kerangka memperkuat nasionalisme kita? Paling tidak, citizenship
merepresentasikan kehendak untuk mengusung partisipasi kualitatif masyarakat, untuk mencapai civil society. Barangkali
kita akan sepakat bahwa tidak ada satu pun negara maju yang tidak berlandaskan masyarakat yang kualitatif dalam
segala hal. Pun lantaran kewarganegaraan layak dimengerti sebagai jantung dari konsep nasionalisme.

Dengan demikian, semestinya mulai hari ini dan ke depan, kita harus kembali membenahi anyaman sejarah bangsa yang
terkoyak di beberapa bagian. Membangun kembali keindahan sejarah melalui jalinan harmonis seluruh kekuatan bangsa,
termasuk elemen-elemen daerah. Upaya mengonstruksi keindonesiaan kita yang lebih baik merupakan sesuatu yang
sangat mungkin, seperti yang pernah dibuat pada tahun 1908, yang mampu mengumandangkan ikrar kebangsaan yang
menjadi embrio kebangkitan nasional, dengan kekuatan nasionalisme kita.***

09.46


Solusi Masalah Pengangguran di Indonesia

SEKITAR 10 juta penganggur terbuka (open unemployed) dan 31 juta setengah penggangur (underemployed) bukanlah persoalan kecil yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini dan ke depan. Sepuluh juta penganggur terbuka berarti sekitar separo dari penduduk Malaysia.

Penganggur itu berpotensi menimbulkan kerawanan berbagai kriminal dan gejolak sosial, politik dan kemiskinan. Selain itu, pengangguran juga merupakan pemborosan yang luar biasa. Setiap orang harus mengkonsumsi beras, gula, minyak, pakaian, energi listrik, sepatu, jasa dan sebagainya setiap hari, tapi mereka tidak mempunyai penghasilan. Bisa kita bayangkan berapa ton beras dan kebutuhan lainnya harus disubsidi setiap harinya.

Bekerja berarti memiliki produksi. Seberapa pun produksi yang dihasilkan tetap lebih baik dibandingkan jika tidak memiliki produksi sama sekali. Karena itu, apa pun alasan dan bagaimanapun kondisi Indonesia saat ini masalah pengangguran harus dapat diatasi dengan berbagai upaya.

Sering berbagai pihak menyatakan persoalan pengangguran itu adalah persoalan muara. Berbicara mengenai pengangguran banyak aspek dan teori disiplin ilmu terkait. Yang jelas pengangguran hanya dapat ditanggulangi secara konsepsional, komprehensif, integral baik terhadap persoalan hulu maupun muara.

Sebagai solusi pengangguran, berbagai strategi dan kebijakan dapat ditempuh sebagai berikut.

Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional.

Untuk itu diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro (khusus). Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya. Dalam keputusan rapat-rapat kebinet, hal-hal itu harus jelas keputusannya dengan fokus pada penanggulangan pengangguran. Jadi setiap lembaga pemerintah yang terkait dengan pengangguran harus ada komitmen dalam keputusannya dan pelaksanaannya.


Kebijakan Mikro

Selalin itu, ada juga kebijakan mikro (khusus). Kebijakan itu dapat dijabarkan dalam beberapa poin. Pertama, pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia sesungguhnya memilki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal. Dengan demikian, diharapkan setiap pribadi sanggup mengaktualisasikan potensi terbaiknya dan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik, bernilai dan berkualitas bagi dirinya sendiri maupun masyarakat luas.

Kepribadian yang matang, dinamis dan kreatif memiliki tujuan dan visi yang jauh ke depan, berani mengambil tantangan serta mempunyai mindset yang benar. Itu merupakan tuntutan utama dan mendasar di era globalisasi dan informasi yang sangat kompetitif dewasa ini dan di masa-masa mendatang.

Perlu diyakini oleh setiap orang, kesuksesan yang hakiki berawal dari sikap mental kita untuk berani berpikir dan bertindak secara nyata, tulus, jujur matang, sepenuh hati, profesional dan bertanggung jawab. Kebijakan ini dapat diimplementasikan menjadi gerakan nasional melalui kerja sama dengan lembaga pelatihan yang kompeten untuk itu

Kedua, segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Harapan akan berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun keuangan (finansial).

Ketiga, segera membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Hal itu dapat dilakukan serentak dengan pendirian Badan Jaminan Sosial Nasional dengan embrio mengubah PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) menjadi Badan Jaminan Sosial Nasional yang terdiri dari berbagai devisi menurut sasarannya. Dengan membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan tercatat dengan baik dan mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci, keberadaaan lembaga itu dapat disusun dengan baik.

Keempat, segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok. Itu semua perlu segera dibahas dan disederhanakan sehingga merangsang pertumbuhan investasi untuk menciptakan lapangan kerja baru.

Kelima, mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di wilayah perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang tidak sehat. Sampah, misalnya, terdiri dari bahan organik yang dapat dijadikan kompos dan bahan non-organik yang dapat didaur ulang.

Sampah sebagai bahan baku pupuk organik dapat diolah untuk menciptakan lapangan kerja dan pupuk organik itu dapat didistribusikan ke wilayah-wilayah tandus yang berdekatan untuk meningkatkan produksi lahan. Semuanya mempunyai nilai ekonomis tinggi dan akan menciptakan lapangan kerja.

Keenam, mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional. Lembaga itu dapat disebutkan sebagai job center dan dibangun dan dikembangkan secara profesional sehingga dapat membimbing dan menyalurkan para pencari kerja. Pengembangan lembaga itu mencakup, antara lain sumber daya manusianya (brainware), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan. Lembaga itu dapat di bawah lembaga jaminan sosial penganggur atau bekerja sama tergantung kondisinya.

Ketujuh, menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Perlu seleksi lebih ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya diupayakan tenaga-tenaga terampil (skilled). Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.

Bagi pemerintah Daerah yang memiliki lahan cukup, gedung, perbankan, keuangan dan aset lainnya yang memadai dapat membangun Badan Usaha Milik Daerah Pengerahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri (BUMD-PJTKI). Tentunya badan itu diperlengkapi dengan lembaga pelatihan (Training Center) yang kompeten untuk jenis-jenis keterampilan tertentu yang sangat banyak peluang di negara lain. Di samping itu, perlu dibuat peraturan tersendiri tentang pengiriman TKI ke luar negeri seperti di Filipina.

Kedelapan, segera harus disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Sistem pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan. Karena itu, Sisdiknas perlu reorientasi supaya dapat mencapai tujuan pendidikan secara optimal.


Kesembilan, upayakan untuk mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK). PHI dewasa ini sangat banyak berperan terhadap penutupan perusahaan, penurunan produktivitas, penurunan permintaan produksi industri tertentu dan seterusnya. Akibatnya, bukan hanya tidak mampu menciptakan lapangan kerja baru, justru sebaliknya bermuara pada PHK yang berarti menambah jumlah penganggur.

Pihak-pihak yang terlibat sangat banyak dan kompleks sehingga hal itu perlu dicegah dengan berbagai cara terutama penyempurnaan berbagai kebijakan.

Kesepuluh, segera mengembangkan potensi kelautan kita. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai letak geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang sangat potensial sebagai negara maritim. Potensi kelautan Indonesia perlu dikelola lebih baik supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang produktif dan remuneratif.

Hal-hal yang paling sedikit yang dapat dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja bagi para penggemar sesuai pendidikannya, keterampilannya, umurnya penganggur terbuka atau setengah penganggur, atau orang yang baru masuk ke pasar kerja, dan sebagainya.

Diharapkan ke depan kebijakan ketenagakerjaan dapat diubah (reorientasi) kembali agar dapat berfungsi secara optimal untuk memerangi pengangguran.